kadang aku ngga tau gimana sebenernya perasaanku. Sejujurnya aku ngga tau siapa orang yang benar-benar aku sayang. Lucu, dulu aku suka sama seorang cowok sebut saja dia Dani. Ngga logis kan kalo suka sama orang cuma gara-gara firstsight. Gila, aku bener-bener serius soal itu. Dan saat aku hampir sama dia temenkulah yang sebagai penghalang. Pikirku mungkin dia bukan buat aku. Aku masih terlalu kecil untuk tau hal-hal seperti itu. Dan waktu itu membawaku kepada cowok lain yang dia sebenernya sama sekali bukan tipeku. Aku ngga tau kenapa aku suka sama dia. Mungkin cuma kagum. Sampai menjelang kelas 9 rasa itu tergantikan dengan sosok yang sama sekali aku duga aku ngrasa nyaman di deketnya, walaupun seringnya aku bersikap sok cuek kepadanya. Kadang, aku memunculkan rasa ngga sukaku kalo dia mulai memancing perhatianku. Walau sebenernya aku suka menghabiskan waktu buat bertengkar sama dia. Bukan karena benci. Aku pengen lama-lama sama dia. Tapi, lambat laun aku berfikir oiya sebut saja cowok itu Vino. Ya, aku mulai mikir, lucu ya kalo si Vino ngrasain apa yang aku rasain. Aku serasa ngaco di saat duduk sebelahan sama dia waktu les. Walaupun jujur dia jorok banget ngga tau kenapa rasanya aku pengen kasih dia perhatian, tapi itu aku ngga mau kepedean. Aku anggap dia ngga suka sama aku.
Beberapa bulan kemudian, aku ketemu cowok yang perawakannya mirip Vino. Bedanya, si Nata ini berkacamata dan dia kakak kelasku. Beda dengan Vino yang selalu bersebelahan kelas denganku. Sejujurnya aku sama sekali ngga tertarik dengan yang namanya 'relationship'. Aku anggap itu hal bodoh yang cuma buat stres diri sendiri. Gimana ngga. Kalo dipikir ngurusin diri sendiri aja belum tentu becus gimana mau ngurusin orang lain?
Dan semunafiknya aku. Ternyata pernyataanku itu menikamku. Aku terserang rasa kepo. Dan awalnya aku bermaksud menjadikan Nata pelarian. untuk bulan kedua, aku benar-benar jenuh, aku pengen pisah. Ternyata dia ngga mau. Berkali-kali aku memintanya tapi jawaban tetap sama. Entah kenapa aku yang biasanya bisa langsung memblokir cowok yang aku ngga suka dengan santai. Untuk urusan ini aku ngga tau.
Dan sepertinya aku jatuh ke lubang yang aku buat sendiri. Lama-lama aku ngerasain gimana rasanya bisa sayang sama orang dan gimana rasanya disayangin sama orang. Dan dia pertama kalinya orang yang membuatku pertama kali buka mulut buat curhat.
Hampir 3 tahun kami bersama. Aku tetap sering memintanya pisah. Tapi jawabannya tetap sama. Dan sampai suatu hari. Vino hadir ke dalam kehidupanku lagi. Yang ini semua membuatku merasa bingung tentang perasaanku dan bagaimana aku harus bertindak dengan ini. Kadang aku mikir kalo aku ngga mau deket sama dua-duanya. Tapi aku ngga bisa nglakuin itu. Perasaan bimbang menyergapku selama beberapa bulan. Sampai aku ingin sekali memutuskan untuk kembali dengan Vino. Tapi takdir berkata lain. Orang tua Vino seperti tidak menyukaiku. Mungkin aku memang bukan cewek yang baik buat dia. Dan itu hal yang slalu aku takutkan selama ini. Dan aku ngga mau itu terjadi. Tapi terlambat, kenyataannya itu bukan mimpi.
Kalau difikir, aku juga ngga bisa mencampakkan seseorang yang udah ngisi hari-hariku selama itu. Dan dengan gampangnya digantikan dengan orang yang sebenarnya aku ngga yakin buat bisa sama-sama.
Aku cuma berharap semoga 7 tahun itu cukup buatku untuk memutuskan dan cukup buat mereka berfikir, membuatku berfikir pula, membuat mereka membuka mata hati dan segala sesuatu yang mungkin mereka ragu. Mungkin karena sekarang memang belum waktunya. Karena sejujurnya aku takut merasa kehilangan yang benar-benar kehilangan untuk memutuskan mana yang benar-benar benar.
Beberapa bulan kemudian, aku ketemu cowok yang perawakannya mirip Vino. Bedanya, si Nata ini berkacamata dan dia kakak kelasku. Beda dengan Vino yang selalu bersebelahan kelas denganku. Sejujurnya aku sama sekali ngga tertarik dengan yang namanya 'relationship'. Aku anggap itu hal bodoh yang cuma buat stres diri sendiri. Gimana ngga. Kalo dipikir ngurusin diri sendiri aja belum tentu becus gimana mau ngurusin orang lain?
Dan semunafiknya aku. Ternyata pernyataanku itu menikamku. Aku terserang rasa kepo. Dan awalnya aku bermaksud menjadikan Nata pelarian. untuk bulan kedua, aku benar-benar jenuh, aku pengen pisah. Ternyata dia ngga mau. Berkali-kali aku memintanya tapi jawaban tetap sama. Entah kenapa aku yang biasanya bisa langsung memblokir cowok yang aku ngga suka dengan santai. Untuk urusan ini aku ngga tau.
Dan sepertinya aku jatuh ke lubang yang aku buat sendiri. Lama-lama aku ngerasain gimana rasanya bisa sayang sama orang dan gimana rasanya disayangin sama orang. Dan dia pertama kalinya orang yang membuatku pertama kali buka mulut buat curhat.
Hampir 3 tahun kami bersama. Aku tetap sering memintanya pisah. Tapi jawabannya tetap sama. Dan sampai suatu hari. Vino hadir ke dalam kehidupanku lagi. Yang ini semua membuatku merasa bingung tentang perasaanku dan bagaimana aku harus bertindak dengan ini. Kadang aku mikir kalo aku ngga mau deket sama dua-duanya. Tapi aku ngga bisa nglakuin itu. Perasaan bimbang menyergapku selama beberapa bulan. Sampai aku ingin sekali memutuskan untuk kembali dengan Vino. Tapi takdir berkata lain. Orang tua Vino seperti tidak menyukaiku. Mungkin aku memang bukan cewek yang baik buat dia. Dan itu hal yang slalu aku takutkan selama ini. Dan aku ngga mau itu terjadi. Tapi terlambat, kenyataannya itu bukan mimpi.
Kalau difikir, aku juga ngga bisa mencampakkan seseorang yang udah ngisi hari-hariku selama itu. Dan dengan gampangnya digantikan dengan orang yang sebenarnya aku ngga yakin buat bisa sama-sama.
Aku cuma berharap semoga 7 tahun itu cukup buatku untuk memutuskan dan cukup buat mereka berfikir, membuatku berfikir pula, membuat mereka membuka mata hati dan segala sesuatu yang mungkin mereka ragu. Mungkin karena sekarang memang belum waktunya. Karena sejujurnya aku takut merasa kehilangan yang benar-benar kehilangan untuk memutuskan mana yang benar-benar benar.
No comments:
Post a Comment