Sebelumnya....
beberapa senyum tetap terlukis
bersama hari yang telah rapuh
tergores sang jarum waktu
Lihai suara merdu
terurai pasrah
pada nisbi yang terkandung
Ternyata...
itulah Momentum Pelangi
Indah memang cukup sesaat
kadang melekat
kadang tersesat
cukup
Dia berhenti pada sebuah sungai
kecil, berarus deras dan dangkal
Kecil bukan berarti remeh
Berarus deras bukan berarti keren
Dangkal bukan berarti aman
Tapi, lihat sisinya
....jurang....
Sejenak terdiam sosok
yang terus menangis
dan mengumpulkan kerikil-kerikil kecil
pecah diterjang air
Terkadang,
Momentum Pelangi cumalah hiburan
sebelum akhirnya lenyap
......atau........
Momentum Pelangi cumalah hadiah penutup
setelah badai
Yang jelas
Momentum Pelangi
tetap kan menemani
lorong-lorong waktu
yang telah sendu dan kelabu
Monday, December 27, 2010
Tuesday, December 14, 2010
Hampa
Semuanya gelap ketika kuinjakkan kaki ke arah awan yang bergejolak lurus.
Tepat di tempatku berdiri sekarang.
Aku menangis tanpa adanya teman.
Semua perih kian menanti.
Aku berusaha tuk tepiskan itu.
Tapi Nihil.
Semuanya kini benar-benar terasa hampa
Tepat di tempatku berdiri sekarang.
Aku menangis tanpa adanya teman.
Semua perih kian menanti.
Aku berusaha tuk tepiskan itu.
Tapi Nihil.
Semuanya kini benar-benar terasa hampa
Memori
Aku mengingat akan buramnya malam
Di keheningan malam itu
Kian miris rasanya
Jika cuma air mata yang teralir tiap malamnya
Do’aku Cuma tinggal sebuah ucapan yang tak ada gunanya
Cuma rasa hampa yang sejurus pada ingatanku
Tentang hal itu
Aku terus berjalan di keheningan malam
Sampai kutemukan titik terang,
Yang mungkin terus menjadi terang
Atau redup kemudian
Yang jelas,
Aku terseret ke arahnya
Dan menjauh dari kegelapan malam
Aku tersandar pada bahu
Sesosok yang temaniku,
Belum lama sakit itu hilang
Cuma sesosok itu harapanku
Semoga
Di keheningan malam itu
Kian miris rasanya
Jika cuma air mata yang teralir tiap malamnya
Do’aku Cuma tinggal sebuah ucapan yang tak ada gunanya
Cuma rasa hampa yang sejurus pada ingatanku
Tentang hal itu
Aku terus berjalan di keheningan malam
Sampai kutemukan titik terang,
Yang mungkin terus menjadi terang
Atau redup kemudian
Yang jelas,
Aku terseret ke arahnya
Dan menjauh dari kegelapan malam
Aku tersandar pada bahu
Sesosok yang temaniku,
Belum lama sakit itu hilang
Cuma sesosok itu harapanku
Semoga
Ujungnya?
Aku beringsut pada angin yang berhembus ke arahku. Tetap memandang pada hilir yang tlah lalai akan hulunya. Berayun pada ranting adalah gila. Rapuh, tak berdaya. Akhirnya berujung pada penyesalan. Penyesalan yang sangat menyakitkan. Terkadang, buram tapi juga kelam. Sulit untuk menebak apa yang dinamakan kehidupan. Teori kadang cumalah teori. Kodrat yang berbicara tetaplah berjalan bebas di antara pepohonan yang diterangi oleh cahaya rembulan yang terkadang redup. Aku meraih sebuah bunga yang tak lagi bernyawa. Berwarna. Tapi berbau. Kian lama kian sakit menusuk. Kegilaan ini kian lama bersarang pada pembuluh nadi yang miris. Aku tersenyum pada bulan yang tenggelam akan terang sang fajar. Mulai masuk dimensi baru.
Maaf
For : Hibatullah Bayu Prasetya (Bayu) and Wismar Rizki Wijayanti ( Imang )
Sobat, aku rindu akan hadirmu. Cobalah tatap aku! Katakan semua salahku. Kau slalu bilang "Maaf mengganggu" apakah yang kau maksud “Kau sangat mengganggu.” Di saat kau sedang kesal akan duniamu, slalu saja kau bilang, “Lebih baik aku mati karena keberadaanku selalu merepotkan.” Apakah yang kau maksud “Matilah kau! Hidupmu Cuma menjadi pengganggu.” Apakah itu semua yang kau maksud? Apa yang melukai perasaanmu kawan? Okay! Sejak aku bersama **Y* sikapmu berubah 1800. Ada apa sobat? Katakan! Apa aku mulai kurang care terhadapmu? (okay ku akui itu). Apakah aku selalu mengusikmu? Apakah aku selalu merepotkanmu? Apa aku selalu menjadi yang teregois?Katakan! Jangan Cuma diam! Apakah dengan cara ini kau bias lepas dariku? Kalau emang itu maumu, aku tak akan mengganggu kehidupanmu. So, hidupmu bisa tentram kayak dulu. Sebelum adanya setan pengganggu sepertiku.
Hey! Aku masih menganggapmu sahabat atau bestfriend atau karib atau pal atau fellow-lah. Mungkin aku yang berlebihan, tapi kumohon. Tak bisakah kau katakan tentang semua yang buatmu seperti ini? Aku tersiksa! Sekarang, apakah yang bias menebus semuanya? Apakah aku harus berlutut di depanmu? Apakah aku harus menangis di depanmu? Apakah kau ingin menginjakku? Atau mungkin menyuruhku untuk mati. Ya Allah! Kapankah kau selesaikan cobaan-Mu ini? Hamba-Mu ini tak bisa lebih sabar, Ya Rabb! Cuma kegelapan yang justru menyelimutiku. Ya Allah! Bimbinglah hamba-Mu yang tak tahu diri ini untuk menuju surgamu. Aku ingin kembali.
Sesak nafasku melihatmu. Tetap dengan kedinginanmu, kesinisanmu, diammu dan kebencianmu. Astaghfirullah. Kapan aku bisa menyelesaikan ini? Bimbinglah aku Ya Rabb! Sesembab apapun mata ini, ku akui. Omong Kosong! Oke! Mereka yang di luar sana mungkin bilang “Ah! Cuma hal kayak gitu aja dipikirin. Lebay sah!” Okay! Aku terima. Cuma angin. Tapi bukan berarti tak penting. Aku enggak tau, apakah itu yang buat jatuh mentalku? (maybe, but be positive Nai!). Semuanya emang udah hancur. Tapi aku percaya, dibalik hancurnya kisah ini, masih ada kisah utuh yang bisa kubangun. Mungkin, Kalian (Hibatullah Bayu Prasetya dan Wismar Rizki Wijayanti) enggak akan pernah menyadari bahwa aku masih ngganggap kalian sebagai sahabat. Sebenci apapun diriku pada kalian, semata-mata aku sayang. Pengen kalian enggak salah kayak aku. Sekarang berteriakpun percuma. Akulah pecundang!
Sobat, aku rindu akan hadirmu. Cobalah tatap aku! Katakan semua salahku. Kau slalu bilang "Maaf mengganggu" apakah yang kau maksud “Kau sangat mengganggu.” Di saat kau sedang kesal akan duniamu, slalu saja kau bilang, “Lebih baik aku mati karena keberadaanku selalu merepotkan.” Apakah yang kau maksud “Matilah kau! Hidupmu Cuma menjadi pengganggu.” Apakah itu semua yang kau maksud? Apa yang melukai perasaanmu kawan? Okay! Sejak aku bersama **Y* sikapmu berubah 1800. Ada apa sobat? Katakan! Apa aku mulai kurang care terhadapmu? (okay ku akui itu). Apakah aku selalu mengusikmu? Apakah aku selalu merepotkanmu? Apa aku selalu menjadi yang teregois?Katakan! Jangan Cuma diam! Apakah dengan cara ini kau bias lepas dariku? Kalau emang itu maumu, aku tak akan mengganggu kehidupanmu. So, hidupmu bisa tentram kayak dulu. Sebelum adanya setan pengganggu sepertiku.
Hey! Aku masih menganggapmu sahabat atau bestfriend atau karib atau pal atau fellow-lah. Mungkin aku yang berlebihan, tapi kumohon. Tak bisakah kau katakan tentang semua yang buatmu seperti ini? Aku tersiksa! Sekarang, apakah yang bias menebus semuanya? Apakah aku harus berlutut di depanmu? Apakah aku harus menangis di depanmu? Apakah kau ingin menginjakku? Atau mungkin menyuruhku untuk mati. Ya Allah! Kapankah kau selesaikan cobaan-Mu ini? Hamba-Mu ini tak bisa lebih sabar, Ya Rabb! Cuma kegelapan yang justru menyelimutiku. Ya Allah! Bimbinglah hamba-Mu yang tak tahu diri ini untuk menuju surgamu. Aku ingin kembali.
Sesak nafasku melihatmu. Tetap dengan kedinginanmu, kesinisanmu, diammu dan kebencianmu. Astaghfirullah. Kapan aku bisa menyelesaikan ini? Bimbinglah aku Ya Rabb! Sesembab apapun mata ini, ku akui. Omong Kosong! Oke! Mereka yang di luar sana mungkin bilang “Ah! Cuma hal kayak gitu aja dipikirin. Lebay sah!” Okay! Aku terima. Cuma angin. Tapi bukan berarti tak penting. Aku enggak tau, apakah itu yang buat jatuh mentalku? (maybe, but be positive Nai!). Semuanya emang udah hancur. Tapi aku percaya, dibalik hancurnya kisah ini, masih ada kisah utuh yang bisa kubangun. Mungkin, Kalian (Hibatullah Bayu Prasetya dan Wismar Rizki Wijayanti) enggak akan pernah menyadari bahwa aku masih ngganggap kalian sebagai sahabat. Sebenci apapun diriku pada kalian, semata-mata aku sayang. Pengen kalian enggak salah kayak aku. Sekarang berteriakpun percuma. Akulah pecundang!
Dan
Kini berteriak pun tak ada gunanya
Sunyi tetap kan menghampiri
Sinar bulan yang temaniku,
Kini terenggut oleh tebalnya mendung.
Dan…….
Ketika itu aku berharap tuk dapat lihat terangnya lagi
Sunyi tetap kan menghampiri
Sinar bulan yang temaniku,
Kini terenggut oleh tebalnya mendung.
Dan…….
Ketika itu aku berharap tuk dapat lihat terangnya lagi
Rumitnya Puzzle Dunia
Waktu itu...
Saat kutemukan
dirimu yang sebenarnya
enggan kusebut kata "Iya"
enggan kudengar kata "Maaf"
enggan pula kulihat wajah yang takkan pernah kukira
Kau bujuk dengan sumpahmu
bergemingpun takkan
cuma pandangan gelap yang tetap tergambar
Sebuah senyuman yang kau junjung
cumalah senyum palsu yang kau cipta
demi sebuah tetes kepedihan yang kurasa
Sekarang, puaskah kau melihat?
belum puaskah kau dengar?
cukup ku katakan kata yang takkan pernah kuucap
walau itu pada musuh yang takkan pernah kumaafkan
Sepanjang malam,
aku tetap diam bersama bintang-bintang
yang telah hilang tersapu awan
aku tertunduk pada satu pilihan
kemudian, menjadi dua
Akhiri atau lanjut!
sebuah amanat yang telah buat kocar-kacir
semua programku
Akhiri?
bukankah sama jika berlari dari kenyataan?
Lanjut?
Haruskah aku membimbingnya?
Bagaimana kalau....
Baiklah!
kini lanjut yang terucap
Sebelumnya,
kutelusur apa yang ada padamu
ternyata...
You're the victim of the darkness of the world
just because your 'Mother'?
tak bisakah kau mengelak?
jika itu cumalah fatamorgana hidup
'Orang yang kau sayangi' takkan rela melihatmu
cuma karena logika yang keliru
sadarlah dari tidurmu
Aku kan terus bersabar
hanya untuk lihat tulus pikirmu
penyesalan memang datang terakhir
dan bukan menjadi yang paling akhir
if you use the chance
everything will be fine
but, if there ain't no chance
so do you which can find the chance
Hey!
ingat! God Always with you
and always bless you
Mungkin,
aku kan bersamamu
kulanjutkan rajut mimpiku
dengan seseorang
dengan sosok transformasi
yang telah berevolusi
menjadi sebuah formasi :)
Saat kutemukan
dirimu yang sebenarnya
enggan kusebut kata "Iya"
enggan kudengar kata "Maaf"
enggan pula kulihat wajah yang takkan pernah kukira
Kau bujuk dengan sumpahmu
bergemingpun takkan
cuma pandangan gelap yang tetap tergambar
Sebuah senyuman yang kau junjung
cumalah senyum palsu yang kau cipta
demi sebuah tetes kepedihan yang kurasa
Sekarang, puaskah kau melihat?
belum puaskah kau dengar?
cukup ku katakan kata yang takkan pernah kuucap
walau itu pada musuh yang takkan pernah kumaafkan
Sepanjang malam,
aku tetap diam bersama bintang-bintang
yang telah hilang tersapu awan
aku tertunduk pada satu pilihan
kemudian, menjadi dua
Akhiri atau lanjut!
sebuah amanat yang telah buat kocar-kacir
semua programku
Akhiri?
bukankah sama jika berlari dari kenyataan?
Lanjut?
Haruskah aku membimbingnya?
Bagaimana kalau....
Baiklah!
kini lanjut yang terucap
Sebelumnya,
kutelusur apa yang ada padamu
ternyata...
You're the victim of the darkness of the world
just because your 'Mother'?
tak bisakah kau mengelak?
jika itu cumalah fatamorgana hidup
'Orang yang kau sayangi' takkan rela melihatmu
cuma karena logika yang keliru
sadarlah dari tidurmu
Aku kan terus bersabar
hanya untuk lihat tulus pikirmu
penyesalan memang datang terakhir
dan bukan menjadi yang paling akhir
if you use the chance
everything will be fine
but, if there ain't no chance
so do you which can find the chance
Hey!
ingat! God Always with you
and always bless you
Mungkin,
aku kan bersamamu
kulanjutkan rajut mimpiku
dengan seseorang
dengan sosok transformasi
yang telah berevolusi
menjadi sebuah formasi :)
Subscribe to:
Posts (Atom)